Konflik Amerika Serikat-Iran dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional
Konflik Amerika Serikat-Iran dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional

Konflik Amerika Serikat-Iran dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional

Jakarta (HIMAHI UNAS) – Himpunan Mahasiswa Hubungan Internasional kembali mengadakan kegiatan diskusi pada 22/7/19. Kali ini kegiatan yang merupakan salah satu dari bagian program kerja divisi studi HIMAHI ini mengusung tema “Konflik Amerika Serikat – Iran Serta Pengaruhnya Terhadap Kawasan Timur Tengah dalam Konteks Geopolitik”. Salah satu dosen Hubungan Internasional Universitas Nasional sekaligus Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Aos Yuli Firdaus, S.I.P., M.Si, hadir sebagai pemateri dalam diskusi ini. Sasaran kegiatan ini adalah mahasiswa/I aktif Hubungan Internasional. Kegiatan diskusi ini bertujuan agar mahasiswa/I  Hubungan Internasional yang terlibat dapat menjadi lebih paham dan memiliki pikiran kritis mengenai isu yang menjadi tema diskusi.

Amerika Serikat dan Iran merupakan dua negara yang saat ini sedang mengalami pasang surut konflik. Dalam diskusi ini, pemateri menjelaskan mengenai hubungan kedua negara pasca perang dunia II tepatnya pada tahun 1945-1979. Diketahui bahwa pada saat itu kedua negara menjalani hubungan kerjasama yang baik. Amerika Serikat pada saat itu menjadi penyuplai dan menjadi pemasok juga membiayai pengembangan nuklir yang ada di Iran. Kemudian pada tahun 1979, pemimpin Iran, Mohammad Reza pahlavi digulingkan dan bertepatan dengan revolusi Iran. Sejak saat itu, kedua negara saling memutuskan hubungan diplomatiknya.

Hubungan kedua negara ini semakin memburuk setelah terjadinya beberapa insiden kecil seperti terjadinya Iran kontra pada tahun 1980, yaitu hubungan Amerika Serikat dan iran  yang memburuk yang mana presiden Amerika serikat yaitu Ronald Reagen menyuplai senjata ke iran (iran kontra) dalam keadaan Iran sedang diembargo oleh Amerika Serikat. Kemudian penembakan pesawat komersil iran oleh Amerika Serikat pada tahun 1988, hingga insiden penyanderaann staf duta besar.

Munculnya konflik ini pada era presiden Obama, menggerakan hati Obama untuk membentuk sebuah perjanjian dengan tujuan untuk mengurangi sanksi embargo ekonomi Iran dan mengurangi uranium nuklir. Kemudian,  negara-negera pemegang hak veto PBB seperti Prancis, China, Rusia, Inggris, Jerman serta Uni Eropa sepakat untuk membuat sebuah perjanjian yaitu The Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Kesepakatan tersebut menekankan tentang penggunaan nuklir Iran secara damai.

Akan tetapi, hal ini tak berlangsung lama. Ketika Amerika Serikat berganti kepemimpinan Presiden Trump, Amerika Serikat secara sepihak membatalkan keterlibatannya dalam kesepakatan tersebut pada tahun 2018. Trump memberlakukan kembali sanksi embargo ekonomi kepada Iran. Hal ini merupakan dampak dari typologi, jenis, dan idiosinkratik atau gaya kepemimpinan suatu presiden.

Sebagai akibatnya, negara lain ikut terkena dampak konflik, seperti Inggris yang mulai beraksi dengan menahan kapal tanker Iran yang mengirim minyak dengan dugaan akan di kirim ke suriah yang dicurigai Inggris akan memperparah konflik di suriah. Karena Amerika Serikat dan sekutu memihak oposisi Suriah, sedangkan Rusia dan sekutunya mendukung pemerintah Suriah. Tindakan Inggris juga merupakan dampak dari keluarnya Amerika Serikat dari perjanjian nuklir tersebut. Kemudian Jerman yang merasa was-was dan lebih memilih bersikap netral serta menyarankan kedua negara tersebut untuk menyelesaikan hubungannya dengan berdiplomasi dan berdamai antara satu dengan lainnya.

Konflik antar kedua negara ini kembali memanas dan semakin sulit diselesaikan ketika terjadi penembakan kapal tanpa awak Amerika Serikat oleh Iran. Menurut Iran,  hal tersebut terjadi karena Amerika Serikat telah melewati garis batas internasional dan melanggar hukum batas internasional. Namun Amerika Serikat menyatakan bahwa kapalnya masih berada di kawasan negaranya tersebut dan tidak melanggar batas internasional.

Diskusi ini diharapakan dapat memberi pandangan baru mengenai konflik yang terjadi antar kedua negara. Melalui diskusi, peserta juga dapat saling bertukar pendapat mengenai konflik serta mampu berpikir kritis dalam menganalisa sebuah konflik internasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *